Taman Cikas Adventurer Trip To Baduy Dalam


Kampung Baduy Dalam penuh nuansa mistis ? Itu yang sering aku dengar selama ini. Tapi yang menarik adalah dibalik yang katanya "mistis" kenapa banyak orang yang berkunjung kesana. Karena penasaran, aku mencoba untuk melakukan perjalanan menuju kampung baduy dalam. Ingin rasanya melihat dan merasakan langsung kemistisan dan keangkeran suku baduy dalam.
Setelah beberapa kali sempat tertunda, akhirnya aku dan kawan kawan Teman Cikas Adventurer berangkat menuju kampung baduy dalam dengan mengambil paket open trip dari Rani Journey. Tanggal 5 Agustus berangkat dari Bekasi jam 6 pagi menuju stasiun Tanah Abang. Disini kami bertemu dengan kawan kawan seperjalanan yang mengikut jasa tour yang sama. Dari kelompok kami sendiri ada 15 orang, disana ketemu dengan beberapa orang hingga total peserta mencapai 30 orang. Setelah briefing sebentar, jam 8 kami menaiki kereta dengan tujuan Rangkasbitung.
Menunggu keberangkatan di Stasiun Tanah Abang
Pada pagi itu kereta menuju rangkas cukup sesak dengan penumpang dan kamipun tidak kebagian tempat duduk. Berdiri selama 2 jam lebih didalam kereta cukup membuat kaki kami pegal pegal. Pemandangan di sepanjang perjalanan dari Tanah Abang menuju Rangkasbitung cukup menarik. Sedikit membantu kami melupakan kelelahan akibat berdiri. Selama perjalanan kami mulai membayangkan trek yang akan dilalaui selama perjalanan menuju kampung baduy dalam. Kira kira seperti apa route disana ?? pertanyaan yang selalu menjadi kekhawatiran dan keingintahuan berlebih diantara kami semua. 2 jam berlalu..akhirnya kami tiba di stasiun Rangkabitung. 
Cuaca disini cukup panas, membuat kami ga betah berlama lama di stasiun. Kami langsung menuju pangkalan Elf untuk segera menuju Desa Ciboleger. Setelah semua personel masuk kedalam mobil, kami segera meluncur ke Ciboleger. Rute perjalanan yang aduhai parahnya, panas berdebu, dan sopir yang sedikit ugal ugalan membuat kami tidak bs berisitirahat. Apa boleh buat, daripda bete mending nikmati saja pemandangan di kanan kiri jalan, beupa persawahan, perkampungan dan kadang melewati hutan. Jalan berkelok dan sedikit rusak membuat isi perut terguncang...hahaha...
1.5 jam berlalu kami tiba di Ciboleger.

Tugu Desa Ciboleger
Jam 12 siang kami beristirahat sambil makan siang disebuah  warung. Menu yang ditawarkan cukup beragam, dan harga rata  rata untuk seporsi makanan sekitar 20 ribu rupiah. Harga yang lumayan mahal, namun apa boleh buat daripada masak sendiri..hehehe...
Setelah selesai makan dan beberapa personel yang muslim menunaikan shalat, Tepat jam 13.00 kami mulai melakukan perjalanan menuju kampung Cibeo. Memulai perjalanan dari Ciboleger melewati beberapa kampung Baduy Luar. Dari awal perjalanan sudah dimulai dengan tanjakan dan turunan secara bergantian. Di kampung baduy luar yang pertama kami lewati banyak orang berjualan di sekitaran kanan kiri jalan. Setelah melewati kampung kami melewati areal perkebunan dengan pohon pohon tinggi di kanan kiri jalan setapak yang kami lewati. Ada diantara beberapa pohon merupakan pohon duren. Disepanjang perjalanan dari baduy luar menuju baduy dalam kita akan melihat banyak sekali pohon duren. Hanya sedikit jalan datar yang kami temui, yang ada hanyalah tanjakan dan turunan curam secara bergantian yang membuat lutut rasanya seperti mau copot. Sesekali kami berhenti untuk meneguk beberapa tetes air minum.
Melewati Tanjakan Ditengah Terik Mentari

Oh iya...di perjalanan ini kami ditemani porter yang berasal dari baduy dalam. Menurut EO kami, harga yang ditawarkan untuk membawakan tas pulang pergi sekitar 70 ribu per tas. Tapi pada kenyataannya porter yang membantu kami tidak menawarkan harga khusus, bagi mereka yang penting seiklasnya. Dalam perjalanan ini saya ditemani oleh porter bernama Arjun. Orangnya sedikit pendiam, namun sudah cukup berani untuk bercerita tentang adat istiadat baduy dalam. Setelah kurang lebih 1 jam perjalanan, rombonga pun mulai terpecah belah alias terpisah pisah. Terkadang salah satu diantara kita hanya jaltan berdua dengan porter sekaligus guide. Terkadang saya iri melihat mereka, kaki mereka sangat kuat. Berjalan tanpa alas kaki dan membawa beban yang cukup berat tak sedikit pun nampak raut kelelahan di muka mereka. Sedangkan aku dan teman-teman makin lama makin megap megap menghadapi tanjakan dan turunan yang seakan ga ada habisnya. Setiap kami bertanya, arjun selalu mengatakan kalau kampungnya berada di balik bukit. Dan seperti kata pepatah, dibalik bukit masih ada bukit lagi...hahaha...
Jembatan Bambu
Sepanjang perjalanan kami beberapa kali melewati jembatan bambu yang cukup panjang dan tinggi. Ada sedikit ketakutan saat melewatinya, karena goyangannya begitu mengkhawatirkan dan kata arjun bambunya hanya diganti setahun sekali. Wow...ngeri ngeri sedap ini mah. Selain menikmati jembatan bambu, ditengah tengah perkebunan warga kita akan melihat lumbung pagi yang berjejer di sepanjang perjalanan. Sungguh pemandangan yang sangat menakjubkan. Rasanya sangat mustahil melihat pemandangan seperti itu di kota Jakarta. Ada sedikit cerita mengenai lumbung padi ini. Menurut Arjun, padi yang ada di lumbung ini hanya dimasak untuk keperluan upacara adat atau hajatan. Jenis padi yang mereka tanam adalah "Padi Gogo" yang musim panennya hanya setahun sekali. Cukup aneh bukan?? mereka bisa menanam pagi di tengah perbukitan dan hutan.
Lumbung padi berejejer di Baduy Luar

Banyak cerita seru dalam perjalanan, mulai dari beberapa teman yang mulai prustasi karena kelelahan, mengumpat karena medannya cukup berat, namun ada pula yang merasa tertantang. Campur aduk jiwa kami yang menenmpuh perjalanan ini.
Tetap Semangat, dibalik bukit  masih ada bukit.


Sampai akhirya kami tiba di Jembatan bambu yang merupakan perbatasan antara baduy luar dan baduy dalam. Airnya sungainya sangat jernih dan udara disini mulai sejuk karena hari sudah mulai sore dan sedikit mendung. Tak lupa aku sempatkan diri untuk cuci muka dan membasahi badan untuk menghalau panas yang tadi kami lewati. Setelah melewati jembatan ini kami tidak diperbolehkan untuk mengambil foto atau video. Kami tidak tau alasannya, tapi inilah adat baduy dalam. Kami sebagai tamu harus menghormati adat istiadat mereka dan semoga diikuti oleh tamu tamu yang lain.

Jembatan Bambu, batas baduy luar dan baduy dalam

Beristirahat sejenak sebelum menuju Tanjakan Cinta
Setelah jembatan ini, kami menemui tanjakan yang sangat terjal sepanjang kurang lebih 600 meter. Tanjakan ini dinamakan "Tanjakan Cinta". Jalannya sangat curam dan licin dan untuk melewatinya harus dengan kehati hatian yang sangat tinggi. Jika salah langkah bukan tidak mungkin bisa terjatuh kedalam jurang. Akhirnya dengan sekuat tenaga tersisa kami bisa melewati tanjakan ini. Wow...sungguh menguras tenaga. Melewati tanjakan kami langsung bersuka ria dan merasa sudah sampai di kampung Cibeo. Namun apa yang terjadi ?? ternyata masih perlu waktu kurang lebih 30 menit lagi untuk sampai kampungnya. Arrgghhhh...penyiksaan ini namanya, begitu candaan beberapa teman. hari sudah mulai meredup sekitar jam 5 kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan kali ini cukup berbeda dengan sebelumnya. Hutan yang kami lewati cukup rimbun dan sedikit gelap dengan tanah yang masih basah karena di sekitaran sini sering turun hujan. Beruntung waktu kami lewat tidak sedang turun hujan, karena kalau sedang hujan tingkat kelelahan yang kami rasakan bisa 2x lipat dari ini. Sepanjang 30 menit lebih perjalanan kita akan melewati turunan berupa jalan setapak berupa bebatuan dan akar pohon. Aura sejuk dan sakralnya bulai berasa ketika kami melewati jalur ini. Selain orang jualan minum yang berasal dai baduy luar, kami tidak menjumpai penduduk di sekitaran jalan ini. Hingga pada akhirnya kami sampai di baduy dalam tepatnya di Cibeo.  Baru menginjakan kaki di kampung ini, kami sudah merasakan kedamaian yang luar biasa. Penduduk baduy dalam tidak seangker yang pernah saya bayangkan sebelumnya. Merekan sangat ramah dan senyuman mereka yang diberikan ke kami sangat ikhlas. Rumah yang terbuat dari bambu dengan atap dari daun kelapa menambah keasrian kampung ini. Kalo boleh aku gambarkan dengan sedikit hiperbola, rasanya seperti kembali ke jaman kerajaan di cerita cerita dongeng jaman dulu. Di Cibeo aku dan kawan kawan menginap di rumah Safri. Ketika memasuki rumah kami disambut oleh istri safri dan anaknya yang baru berumur 4 tahun. Sebuah keajaiban bisa tinggal sejenak di kampung yang damai ini. Rumah bambu tanpa lampu dan peralatan elektronik membuat kami semakin terbuati, terlepas dari kehidupan ibu kota yang teramat sangat penat. Sebagai penyambutan kami disuguhkan air putih dalam botol kaca dan gelas bambu. Segar rasanya..teguk demi teguk kami nikmati sambil berbincang santai dengan safri dan keluarga. Hari mulai gelap sekitar jam 6, kami diberi arahan mengenai fasilitas yang kami terima selama kami menginap. Mandi di kali, buang air di kali, tidak boleh memakai sabun, sampo dan pasta gigi adalah peraturan wajib di baduy dalam. Kami ditunjukkan dimana tempat tempat mandi, tempat buang air dan tempat mereka mengambil air minum. Semua ada wilayahnya tersendiri termasuk tempat kepala suku atau "Puun" untuk  mandi yang itu di posisi paling atas. Hari menjelang gelap, kami mulai menuju tempat permandian untuk laki laki. Berjalan tanpa senter di perkampungan tanpa lampu jalan menambah pengalaman luar biasa kami. Kebetulan hari itu memasuki bulan purnama, jadi terang bulan cukup untuk menerangi jalan yang kami lewati. Mandi di sungai yang dingin, ditemani oleh suara suara alam, dan tetesan embun dari pohon bambu menambah kesejukan pada malam itu. Selesai mandi, dalam perjalanan menuju rumah Safir tempat kami menginap, kami sempatkan untuk berjalan sambil mengelilingi kampung sambil melewati alun-alun berupa tanah lapang yang tidak begitu luas. Sekali lagi kami terpesona dan terkagum kagum. Rasanya seperti melewati mesin waktu dimana kami di bawak ke alam kedamaian tempo dulu dimana belum ada teknologi dan kemajuan jaman. Semua serba alami dan damai. Tidak ada ketakutan disaat kami melewati jalan yang sedikit gelap tanpa senter, tidak ada suasana mistis apalagi angker. Yang ada hanyalah suasana damai damai dan damai...
Rumah Baduy Luar
Sesampai dirumah Safri, kami sudah dihidangkan makanan berupa sup hangat dan ayam goreng. Kami makan dengan lahap, sambil ditemani cahaya temaram dari lampu minyak yang digantung di dinding bambu. Sementara kami makan, safri memainkan kecapi yang menambah suasana semakin romantis dan alami di malam itu. Sambil bercengkrama kami menanyakan adat istiadat mereka yang sangat unik namun lestari. Salah satunya larangan untuk memakai alas kaki, naik kendaraan, mengenakan pakaian diluar pakaian adat mereka, dan larangan memakai bahan- bahan kimia. Mengenai larangan kendaraan dan peralatan elektronik mereka beranggapan selain karena tidak ada listrik dan fasilitas jalan, mereka berfikir apabila salah satu dari mereka memiliki kendaraan maka warga yang lain akan memiliki keinginan yang sama, sehingga ketika keinginan mulai tumbuh kehidupan mereka mulai merasa tidak nyaman, persaiangan satu sama lain bisa jadi akan melunturkan rasa persaudaraan diantara mereka. Kemudian untuk larangan peralatan mandi seperti sabun, shampo dan pasta gigi, bagi mereka bahan kimia bisa merusak alam. Suku baduy sangat menjaga kelestarian alam sesuai amanat nenek moyang mereka. Bahkan mereka ikut menjaga hutan dan melaporkan ke pihak berwajjib apabila terjadi pencurian kayu atau pembalakan hutan. Hari mulai larut, sebelumtidur kami sempatkan untuk mengunjungi rumah salah satu porter bernama Jali. Didepan rumah Jali suasana agak sedikit ramai karena ada orang yang berjualan. Biasanya orang yang berjualan makanan dan minuman adalah orang baduy luar. Suku baduy dalam hanya diperbolehkan berjualan madu dan hasil kerajinan tangan. Semakin malam kami merasakan suasana kampung semakin damai, ada beberapa tamu yang bermain di sungai untuk melihat kunang kunang dibawah cahaya bulan purnama.Tidak ada lampu penerangan jalan, tidak ada suara peralatan elektronik. yang ada hanyalah suara kedamaian alam. Aku melihat betapa bahagianya mereka sembari berdoa semoga Tuhan selalu memberikan kebahagiaan dan kedamaian kepada penduduk kampung ini. Setelah selesai menikmati malam, aku dan teman teman beranjak tidur. Awalnya udah tak terasa begitu dingin dan kami dapat tidur dengan nenyak. Namun ketika menuju jam 3 pagi, udara dari bawah lantai bambu beralaskan tikar mulai menusuk badan. Kamipun susah untuk melanjutkan tidur pulas kami. Sembari menunggu pagi, kami membuat kopi sambil bercengkrama di luar rumah ditengah hawa dingin yang menusuk. Tanpa terasa hari matahari sudah mulai menampakan sinarnya. Ayam mulai berkokok memanggil warga baduy untuk beranjak memulai aktivitas. Ada yang mengambil air di sungai, ada yang sudah mulai memasak menyiapksan sarapan untuk para tamu. Ada pengalaman yang cukup lucu dan menggelitik ketika kami berada dikampung ini. Kami harus merasakan buang air di sungai yang sedikit terbuka. Oh nooo...
Masih di suasana pagi yang cukup segar dan sejuk, kami berkeliling kampung menyapa warga yang sudah mulai beraktivitas. Nampak anak anak kecil bermain berlari lari kecil didepan rumah mereka. Ada juga yang berenang di sungai yang airnya sangat jernih dan dingin. Cukup rasanya berkeliling, kami mulai mandi  dan mempersiapkan diri untuk kembali pulang. Selesai mandi dan berganti pakaian, kami makan sarapan yang sudah disiapkan oleh istri Safri. Tepat jam 8.00 kami berpamian untuk segera menuju jalan pulang. Porter sudah siap siaga mengangkut barang bawaan kami. Tidak lupa sebelum pulang, kami membeli kerjinan tangan dan madu baduy. Perjalanan pulang dimulai dengan tanjakan demi tanjakan tanpa turunan. Kami mengambil jalur yang berbeda dengan jalur saat datang. Kata arjun porter yang membawa tasku, jalur ini lebih dekat sekitar 3-4 jam perjalanan dan akan melewati "Jembatan Akar". Belum habis rasanya pegal pegal kemarin, sekarang sudah harus melewati tanjakan yang luar biasa curamnya. Tanjakan demi tanjakan kami lewati diantara ladang dan pohon duren dengan sesekali mengambil nafas dan meneguk sebotol minuman. Sekedar informasi, dalam perjalanan jangan takut akan kehabisan minuman. Karena kita akan diikuti oleh penjual minuman yang berasal dari baduy luar. Cukup siapkan uang kecil dengan harga air mineral sekitar 6-7 robu per botol tanggung. Sampai akhirnya kami tiba di perbatasan baduy dalam dan baduy luar. Hanya dibatasi oleh sebuah parit kecil, sebagai tanda dimana kami sudah bisa kembali mengambil gambar.
Batas kampung baduy dalam dan baduy luar.
Tanpa istirahat lama kami melanjutkan perjalanan. Karena kami harus segera sampai di pangkalan Elf agar bisa terkejar kereta jam 16 dari Rangkas menuju Tanah abang. Langkah demi langkah kami jalani sampai akhirnya tiba pada turunan yang sangat curam. Ternyata kami sudah sampai di jembatan akar yang cukup fenomenal ini. Setelah berfoto dan ada beberapa rekan yang berenang di sungai dibawah jembatan, kami bergegas melanjutkan perjalanan.
Deretan kampung baduy luar

Turunan Menuju Jembatan Akar

Jembatan Akar, tidak bisa dilewati (sedang dalam perbaikan)
Cukup melelahkan memang, karena kami berjalan sedikit lebih cepat. Setelah menyusuri sungai dengan air yang bersih, kami mulai ketemu jalan yang dilalui kendaraan. Sebagian dari kami ada yang naik ojek karena mulai kelelahan ditengah udara yang cukup panas terik. Tarif ojek dari sini menuju pangkalan ojek sebesar 15 ribu per orang. Kurang lebih jam 13.00 kami tiba di pangkalan Elf dan mobil yang sebelumnya mengantar kami ke Ciboleger sudah siap sedia menjemput untuk mengantar kami kembali ke stasiun kereta api Rangkasbitung. Setelah berisitirahat sejenak dan membersihan diri, kami berpamintan dengan porter-porter yang dengan siap siaga menemani kami sepanjang perjalanan.
Pangkalan Elf, Siap berangkat menuju Stasiun Rangkasbitung
 Kami saling bertukar alamat dan mereka berjanji akan mengunjungi kami pada saat akan main ke Jakarta. Cukup sampai disini petualangan kami, dan kembali menuju kota Jakarta untuk kembali ke dunia nyata. Sungguh perjalanan yang menakjubkan..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Museum Zoologi Kebun Raya Bogor

Alam Sambangan, Kolam Renang Tepi Jurang di Singaraja